Dibaca :

Sabtu, 03 Maret 2012

Pemerintah Jual Indonesia Pakai Surat Utang

Grafik: Porsi kepemilikan asing di Surat Berharga Negara
Oleh: Arkilaus Baho


Utang Luar Negeri ( ULN ) Indonesia sudah hampir setara dengan devisa pendapatan negara asli dari pajak dan lainnya. Yang menarik disini seketika surat utang negara ( SUN ) di jadikan alasan legal bagi pemerintah untuk terus mengambil pinjaman luar negeri. Dimana hingga tahun 2012 sesuai jatuh tempo pembayaran utang, total pembayaran cicilan bunga utang yang akan dibayar pemerintah mencapai 122,218 triliun, naik dari 2011 yang sebesar 106,584 triliun rupiah. 

Alibi ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono bahwa walaupun peminjaman utang meningkat, tetapi pendapatan negara kian meningkat juga. Kalau di hitung, 30 persen APBN negara habis untuk belanja negara dan sisanya untuk bayar utang. Trus dimananya keuntungan negara yang di ucapkan SBY beberapa waktu lalu dalam jamu wartawan di istana negara. Mari lihat alasan surat utang negara di jalankan pemerintah sesuai UU N0.24 Tahun 2002.

Dalam UU APBN disebutkan sumber-sumber pembiayaan up defisit yaitu Pembiayaan Dalam Negeri, terdiri atas : 
Perbankan Dalam Negeri : 
(1)  Rekening Dana Investasi 
(2)  Rekening Pembangunan Hutan 
(3)  SAL 
Non Perbankan Dalam Negeri : 
(1)  Privatisasi 
(2)  Hasil Pengelolaan Aset 
(3)  Surat Berharga Negara 
(4)  Pinjaman Dalam Negeri 
(5)  Dana Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara 
(6)  Dana Kontinjensi, dan 
(7)  Cadangan Pembiayaan. 

2.  Pembiayaan Luar Negeri, terdiri atas : 
a.  Penarikan Pinjaman Luar Negeri Bruto 
(1)  Pinjaman Program 

(2)  Pinjaman Proyek 
b.  Penerusan Pinjaman, dan 
c.  Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri. 

Surat Utang Negara merupakan salah satu jenis Surat Berharga Negara, selain Surat Berharga Syariah Negara. Surat Utang Negara didefinisikan sebagai surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya (Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara).  

Dari klausula di atas, sampai saat ini sudah ada 65 persen surat utang yang di keluarkan negara. Seperti yang di ungkapkan oleh DPR bahwa utang jatuh tempo pada 2012 mencapai 139 triliun rupiah, terdiri atas 35 persen pinjaman dan 65 persen surat utang. "Data keseimbangan primer menunjukkan sudah dalam tahap mengkhawatirkan," kata anggota Komisi XI DPR Sadar Subagyo di Jakarta, Rabu (22/2). 

Pelebaran defisit menunjukkan penurunan kemampuan pemerintah membiayai APBN dari penerimaan internal di luar penarikan utang baru, sedangkan penurunan target pertumbuhan ekonomi menandakan penambahan defisit itu tidak dimanfaatkan untuk sektor produktif yang bisa menstimulasi pembangunan ekonomi. 

"Ya, pelebaran defisit anggaran akan menambah utang baru untuk menutupnya dan pada akhirnya mengorbankan pos lain yang sangat dibutuhkan rakyat. Lebih dari itu, anggaran banyak terserap untuk membayar utang karena pengelola anggaran memprioritaskan pembayaran kewajiban utang kepada kreditor."

Utang Luar Negeri yang di kenal selama ini merupakan utang negara untuk swastanisasi dan belanja negara. Nah, bayangkan sejumlah perusahaan raksasa yang masih bayar pajak dibawah ketentuan UU Indonesia, mereka punya utang di tanggung negara. Negara membiayai biaya eksplorasi dan biaya perbaikan lingkungan. Sedangkan pemasukan mereka ( perusahaan ) ke negara masih rendah. 

Dengan demikian, pengeluaran surat utang negara yang melebihi proteksi ekonomi dalam negeri sebagai devisa APBN nasional, pemerintah sudah menjual Indonesia secara perlahan-lahan. Apalagi desain kebijakan investasi nasional yang di atur kedalam satu paket bernama MP3Ei sama sekali tidak ada gunanya. Apalagi berharap kepada Indonesia bangun kesejahteraan di Papua? 

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.