Oleh: Arkilaus Baho
Trafiking atau di kenal dengan perdagangan manusia memang subur di Papua. Kalau saja proyek perdagangan yang resmi selama ini semacam WTS ( Wanita Tuna Susila ) marak di Papua sehingga mengakibatkan meningginya ancaman genosida orang Papua akibat racun mematikan bernama AIDS. Cara perdagangan wanita lewat jalur resmi yang juga menjadi sumber pajak daerah setempat, kini belum kurang sehingga jalan pintas pun dilakukan oleh mereka yang tak bertanggungjawab.
Di Papua akhir-akhir ini banyak mama angkat yang sudah terbongkat kasus mereka. Para mucikari yang menyamar sebagai malaikat penyambung hidup ini tak bisa stop dengan agenda mereka jual perempuan ke Papua. Masih ingat kasus bintang iklan cilik yang mama angkatnya berada di sorong?.
Kali ini penjualan wanita terjadi di Papua Barat, tepatnya di daerah Warmare, jaraknya 60 kilometer dari pusat provinsi Papua Barat. Kasus ini menjadi kasus trafiking untuk kesekian kalinya Papua menjadi sorotan perdagangan wanita.
Biasanya, rute perdangan perempuan ke Papua sejak dulu jalur pendropan wanita pakai rute Jakarta-Batam lalu terkahir para wanita jula diri tamat atau pensiun di Papua. Kemudian, saat ini gencar-gencarnya pemasok wanita didatangkan dari Jawa, Sulawesi dan Maluku, secara langsung dengan berbagai cara, alias doktrin dapat uang besar di Papua.
Parahnya lagi, hanya sedikit saja yang bisa ditampung di tempat resmi seperti lokalisasi, sisanya di bawa ke pondok-pondok darurat di hutan. Kasus penemuan transaksi seks di bayar dengan kayu gaharu di Merauke, merupakan peristiwa yang belum habis di berantas sampai sekarang.
Kali ini, di tahun 2012, metrotvnews melaporkan dari sepuluh wanita yang di tipu bekerja sebagai guru di Papua Barat, dua dari tiga wanita asal Ambon nyaris menjadi korban perdagangan perempuan. Para korban ini dijanjikan pelaku menjadi guru di Manokwari, Papua Barat. Menurut pengakuan korban, Septin Watimena dan Deby, mereka dijanjikan menjadi guru saat mereka di Ambon oleh pelaku, ET. Pada 7 Februari lalu kedua korban tiba di Bandara Manokwari dan dijemput oleh anak pelaku, HT. Mereka langsung dibawa ke Kecamatan Warmare, sekitar 60 kilometer dari Kota Manokwari.
Ternyata, menurut laporan tersebut, wanita tersebut didatangkan untuk menikah dengan pria yang sedang mencari pasangan hidup. Wah, kalo mau cari wanita pasangan hidup, datang saja ke jakarta lalu daftar masuk ke program mencari menantu, yang di tanyangkan secara resmi di televisi besar di Indonesia, kenapa harus susah-susah pesan perempuan macam pesan barang dagangan saja...
Papua memang lumbung uang bagi siapa saja yang menggunakan akal sesatnya untuk mengais keuntungan. Tak saja prostitusi murahan yang terbongkar ini, aset kekayaan alam Papua pun di keruk sembarangan akibat mereka yang kerjanya mendatangkan perusahaan banyak-banyak.
Semua di keruk, pohon di tebang, uang untuk bayar perempuan yang di jual juga mahal. Akhirnya tinggal tunggu tanah makan kamorang semua yang rakus dan picik di negeri ini.
4 komentar:
KOREKSI:
1. Dimana letak peran(pemerintah) Indonesia dalam usaha mejual manusia? Bukankah sudah diatur dialam UU no 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Penjualan Orang ? Ayo dong pace, buat judul jangan yang menyesatkan orang
2. AIDS itu virus, adakah rencana genosida melalui virus ini?? Apa Anda punya data dan fakta? AIDS tidak bisa menyebar lewat udara, harus melalui ruang tertutup (seperti jarum suntik & hubungan seksual) :)
@Bagus: Ini kan Indonesia, gimana mau menyangkal kalau segala tindakan yang terjadi dengan jualan wanita itu dilakukan didalam negara Indonesia. Kalaupun terjadi di Amerika, saya pasti tulis Amerika Jual Perempuan.
Justru saya nulis Indonesia supaya anda atau siapapun yang merasa diri nasionalis tergerak hati untuk kritik, tapi kalau saya tulis hanya pada oknum, pasti banyak yg apatis toh.
Kalau saran saya judul seharusnya, "Penjualan perempuan DI Indonesia". Kalau judulnya seperti di atas, pihak "Indonesia" diposisikan sebagai subjek. Ini bisa mengakibatkan salah paham :\
coba baca baik2 tulisan saya, apakah prostitusi tak di atur dalam perda?
Lalu praktik prostitusi yang di jaga pemerintah dengan pungut pajak itu dengan praktik jualan perempuan ke pelosok Papua bukan masuk kategori jualan perempuan?
Klo ada UU untuk anti penjualan perempuan lalu kenapa masih ada lokalisasi di Indonesia? halah,,,alasan UU sudah basih, mari lihat realitas yang terjadi.
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.