Kasi Dulu Rupiah, Tuntas ( KDRT ) |
Boleh dapat uang dari freeport, asalkan tidak meneror pelanggaran HAM yang dilakukan perusahaan AS ini. Itulah nasib yang menimpa sejumlah lembaga HAM di Papua, salah satunya Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan ( Yahamak ) yang bergerak di seputar areal freeport ( Timika Papua ). Cara suap freeport memang sudah canggih. Dengan dalih bantuan, apa saja dilakukan manajemen freeport untuk menutup suara kritis. Lengkap sudah, mantan ketua komnasham Abdul Hakim Gaurda Nusantara memilih membela freeport, tak salah kalau Yahamak dan keuskupan gereja katolik di Timika memilih tidak ambil pusing dengan masalah yang ada di freeport.
Kali ini cara halus pun menjarah tubuh lembaga ham di Timika. Seperti dilansir Kompas.com, bahwa Yayasan Hak Asasi Manusia Antikekerasan (Yahamak) menerima dana bantuan untuk pelaksanaan program sebesar Rp 5,8 miliar dari PT Freeport Indonesia. Pemberian dana itu tertuang dalam nota kesepahaman yang ditandatangani pendiri Yahamak, Yosepha Alomang, dengan Vice President Bidang Sosial dan Kemasyarakatan PT Freeport Indonesia Demianus Dimara, Jumat (2/3/2012), di Jayapura, Papua.
Memang freeport hanya mau kasi dana, dengan syarat tertentu. Mereka ( freeport ) senang kalau lembaga HAM tidak kritis praktik pelanggaran ham yang terjadi akibat operasi pertambangan di Papua. Kerjasama freeport dengan Yayasan yang di kepalai oleh penerima Nobel perdamaian ini. Yosepa Alomang, wanita Papua yang gigih membela hak asasi Papua, tak bisa lari dari jeratan maut freeport.
Pola pemberian dana kepada YAHAMAK tidak jauh beda dengan lembaga kemanusiaa lainnya. Menurut kedua belah pihak yang dilansir situs tersebut bahwa dana tersebut akan digunakan untuk mengelola dan mengembangkan program-program Yahamak, seperti pendidikan, kesehatan, dan gerakan antikekerasan dalam rumah tangga. Menurut Demianus, dana tersebut akan diberikan untuk masa dua tahun dan diserahkan dalam dua tahap. Pada tahun pertama Yahamak akan menerima dana sebesar Rp 2,7 miliar dan pada tahun kedua Rp 3 miliar lebih. Yosepha mengemukakan, PT Freeport Indonesia penting untuk terlibat dalam pengembangan hak asasi manusia (HAM) di Papua. Menurutnya, pelanggaran HAM tidak hanya terjadi di Timika, tetapi juga di semua wilayah Papua.
Kerjasama freeport dan Yahamak menggenapi kerjasama lainnya pada beberapa lembaga HAM di Timika. Keuskupan Timika yang tahun lalu menerima sumbangan pembangunan gereja senilai 2 miliar lebih, tak bisa di lepaskan dari upaya freeport menutup habis ruang kritis elemen pejuang hak asasi manusia di areal freeport ini.
Gereja lebih suka bicara masalah pemabukan dan Yahamak memilih jalan berjuang anti KDRT, suatu pelarian masalah yang di picu oleh keterlibatan kedua wadah rakyat ini untuk mengangkat masalah kemanusiaan yang terjadi dan muncul akibat resistensi modal freeport. Sejak penembakan berkali-kali di areal freeport, kemana saja suara lembaga ham di Timika, kenapa diam? oh, ternyata mereka diam karena freeport sudah kepung mereka dengan cara beri bantuan padahal sudah masuk dalam jurang suap yang di praktikkan PT. Freeport. Yah, hanya dengan suap, freeport bisa eksis walaupun keberadaannya menimbulkan malapetakan kemanusiaan.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.