Oleh: Arkilaus Baho
Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dengan alasan untuk memenuhi APBN pemerintah kekurangan uang sekitar Rp 100 triliun. Sedangkan freeport di Papua masih menyimpan 10 ribu trilyun cadangan yang akan di keruk. Nilai 100 trilyun dengan nilain 10 ribu trilyun, jauh sekali nilainya. Trus kenapa kok tidak balance pengelolaan kekayaan alam indonesia sehingga satu-satunya harapan memperbaiki kerugian negara hanya dengan kenaikan BBM?.
Saat ini, Pemerintah Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham Freeport. Saham itu dimiliki sejak pertama kalinya kontrak karya (KK) dengan Freeport ditandatangani pada 1967. Lalu, saat kontrak karya perpanjangan ditandatangani pada 1991, memang sudah ada kewajiban Freeport mendivestasikan sahamnya hingga 51 persen. Namun, klausul divestasi menjadi tidak berlaku setelah keluarnya PP No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Sesuai Pasal 24 KK perpanjangan Freeport disebutkan, kewajiban divestasi terdiri dari dua tahap.
Eh, aturan negara sebaganyak itu kok tara bikin penegakan hukum di Papua terkait upaya pencurian SDA selama ini. Justru Jakarta hanya mau menegakkan hukum bagi orang Papua yang teriak merdeka saja kah?. Ini fakta bahwa penerapan UU di Papua hanya di jalankan oleh para bencong dan benalu asing yang justru memajangkan UU diatas aspirasi rakyat Papua daripada menertibkan aset negara dengan hukum yang mereka bikin banyak-banyak ke Papua.
Jangankan aturan yang baru itu memaksakan freeport atau siapapun aset asing. Aturan negara diatas tara bikin freeport tertib. Saat ini FI Ingin menghabiskan cadangan tersisa tersebut, PT Freeport Indonesia akan membangun fasilitas tambang baru bawah tanah senilai US$16-18 miliar (Rp160-180 triliun). Langkah ini seiring menipisnya cadangan di tambang terbuka pada 2017 mendatang. Keinginan tersebut menurut Presiden Direktur Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto mengatakan, produsen tembaga dan emas Freeport-McMoRan Copper & Gold ini akan mengalihkan fokus produksi dari lahan pertambangan terbuka di Grasberg, Papua menjadi lahan tambang bawah tanah.
Upaya freeport untuk menghabiskan sisa cadangan kandungan emas dan tembaga tersebut sesuai dengan ijin yang mereka miliki sejak berkaki ke Papua via Indonesia. Namun, banyak suara nyamuk dari pemerintah Indonesia yang nota bene sudah terlambat, tapi ingin memaksa freeport untuk menyerahkan 51 persen saham ke Indonesia. Desakan pemerintah tentu di jawab freeport dengan hanya memberi 1,5 persen saja. Artinya, niat mengambil freeport dengan royalty 3,75 persen hanya sia-sia saja.
Menghadapi freeport, pemerintah seperti mengemis saja. Saya sebut mengemis karena berbagai alasan di pakai untuk menertibkan freeport yang sudah puluhan tahun makan enak di Papua. Apa yang di ucapkan oleh pemerintah berikut ini merupakan fakta negara ini tidak mampu atasi freeport, entah dengan cara apa saja, sama sekali tidak bikin freeport patuh. Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Thamrin Sihite di Jakarta, Kamis, mengatakan, keinginan tersebut akan disampaikan saat renegosiasi kontrak karya dengan Freeport. "Mereka (Freeport) sudah banyak untung selama ini. Jadi, kami mau mereka mendivestasikan sahamnya," katanya.
Menurut freeport, fokus operasi tambang bawah tanah dengan alasan bahwa saat ini sekitar 75 persen produksi FI berasal dari pertambangan permukaan dan 25 persen dari tambang bawah tanah," Langkah ini sebagai antisipasi makin menipisnya cadangan tembaga di tambang terbuka yang diperkirakan habis pada 2016 -2017 mendatang. kata Rozik, sang presdir freeport yang pernah menjabat petinggi di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral periode 1998-1999 ini saat berkunjung ke kantor Beritasatu Media Holdings, hari ini.
Sementara itu, senada dengan komandan freeport, Director & VP Chief Administration Officer Freeport Indonesia, Sinta Sirait menambahkan, investasi tersebut akan digunakan untuk mengembangkan cadangan tembaga dan emas yang Blok Grasberg bawah tanah, yang berisi lebih dari sepertiga dari cadangan di Indonesia. Jika tambang ini sudah beroperasi, dalam lima tahun ke depan diharapkan dapat menghasilkan 160.000 ton bijih per hari. Pada 2011, Freeport menghabiskan dana US$309 juta. Sementara total investasi pada periode 2008-2021 mencapai US$4,2 miliar. "Investasi sejauh ini sudah signifikan," kata Sinta.
Beberapa isntrumen hukum nasional yang di pakai pemerintah untuk menjerat perusahaan Amerika ini. Sebut saja soal divestasi, Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2012 yang mewajibkan perusahaan tambang mineral dan batubara milik asing mendivestasikan sahamnya kepada peserta Indonesia sebesar 51 persen. Menurut pemerintah, PP yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Februari 2012 tersebut tidak berlaku surut, namun sejak diundangkan.
Tahap pertama divestasi saham adalah sebesar 9,36 persen dalam 10 tahun pertama yakni periode 1991-2001. Tahap kedua yang dimulai 2001, Freeport wajib melepas sahamnya kepada pihak Indonesia sebanyak dua persen per tahun sampai total 51 persen. Namun, pasal KK yang sama juga menyebutkan, Freeport mengikuti aturan yang terbit kemudian. Setelah PP No 20 Tahun 1994 terbit, maka kewajiban divestasi Freeport sesuai KK tahun 1991 menjadi tidak berlaku lagi.
Sementara, PP 24 Tahun 2012 merupakan revisi atas PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang hanya mewajibkan divestasi saham 20 persen. Sesuai Pasal PP No 24 Tahun 2012, perusahaan asing pemegang izin pertambangan setelah lima tahun produksi wajib mendivestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki peserta Indonesia. Periode divestasinya adalah 20 persen pada tahun keenam produksi, 30 persen tahun ketujuh, 37 persen tahun kedelapan, 44 persen tahun kesembilan, dan 51 persen tahun kesepuluh dari jumlah seluruh saham.
Kenyataannya sudah terlambat. Freeport sudah beroperasi hampir setengah abad di Papua, lalu tiba-tiba pemerintah datang mau tegur. Kondisi semcam ini tentu punya hubungan yang erat dengan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Alasan kenaikan BBM menurut Wiranto yang mengakui jika untuk memenuhi APBN pemerintah kekurangan uang sekitar Rp 100 triliun. Padahal, menurut Maruarar Sirait, Pemerintah tak perlu menaikkan BBM. Sebab, belanja pegawai setiap tahunnya dari APBN itu ada yang tidak terserap sampai Rp 100 triliun. Ada dana dari cukai sampai Rp 27 triliun, bumbu penyedap, pajak ekspor batubara dan lainnya. “Pajak batubara itu kecil,padahal potensinya sangat besar. Selain itu bisa renegoisasi ulang PT Freeport, kilang minyak Tangguh dan lainnya,” tambah Maruarar.
Bagaimana mau atur freeport sedangkan presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri bagian dari Amerika di Indonesia. Eh, SBY yang juga kasi blok cepu ke Exxon Mobil milik Amerika itu, sekarang mau bentuk tim atur ulang kontrak karya freeport? ini memang bentuk pencitraan saja. Yah, bila pemerintah serius mengatur aset negara yang di kuasai asing, kenapa harus menaikkan BBM?. Sejak kepemimpinan dua periode SBY, kenapa baru kali ini mau atur aset asing kah? lima tahun lalu anda kemana saja?. Kelakuan pemerintah seperti inilah yang mengakibatkan indonesia menjadi negara paling amburadul di dunia.
Negara paling amburadul di dunia ini, saya sebut amburadul dari segi pengaturan aset negara hari ini, begitu melimpah ruah kekayaan alam negara ini tetapi penguasa negri ini masih mau menyengsarakan rakyatnya dengan menaikkan harga bahan bakar minyak ( BBM ). Cadangan emas di Timika yang di kelola PT. Freeport dari Amerika sana, masih menyimpan cadangan sisa yang bila di rupiahkan mencapai 10 ribu trilyun lebih.Toh, Rezim Susilo Bambang Yudhoyono bukannya memperbaiki proteksi ekonomi, malah ber-alasan bahwa kenaikan BBM demi menutup devisit APBN 100 trilyun. Wah, kalau cuman menutup APBN negara, cukup kekayaan alam yang kini di kelola freeport bisa tutup APBN.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.