Dibaca :

Kamis, 23 Februari 2012

Refleksi Akhir Tahun: Tutup PT. Freeport dan Tambang Asing Lainya di Bumi Pertiwi Indonesia

Oleh: Arkilaus Baho
Pada 17 Desember 2010 pukul 1:50

Tutup PT. Freeport dan Tambang Asing Lainya di Bumi Pertiwi Indonesia. Tinjau Ulang UU. Mineral dan Batu Bara No.4 tahun 2009. “ Suatu Refleksi Akhir Tahun Penyelesaian Masalah Papua.

Suharto memulai langkahnya dengan baik. Kontrak Karya Freeporrt pertama ditandatangani pada Juli 1967 sebagai imbalan termahal kepada AS. Kontrak karya Freeport inilah, babak baru kran investasi asing merajalela di bumi Nusantara sampai ke Papua. Jadilah kenyataan pahit, status Penyelesaian Papua ditarik dari ukuran sejauh keinginan ekonomi negara-negara barat.  

Atas dasar kepentingan ekonomi semata yang sudah mengakar bagi upaya penyelesaian Papua, maka selanjutnya penyelesaian masalah Papua tidak bisa bebas dari unsur kepentingan ekonomi global. Pasca penandatangan kontrak karya Freeport, wilayah Papua dipandang sebagai suatu wilayah pembangunan yang dijalankan dengan penguatan investasi dan kekerasan militer.

Untuk mengamankan eksplorasi Freeport, Indonesia mengedepankan militerisasi dalam menjalankan pengamanan asset Amerika maupun pendudukan wilayah pelosok Papua. Konsentasi militer yang berlebihan inilah menimbulkan malapetaka kemanusiaan. Daerah Operasi Militer berlaku selama puluhan tahun lamanya menyebabkan rakyat Papua kehilangan jati diri sebagai manusia ciptaan Tuhan yang ada di Papua. Untuk mengamankan investasi Amerika di Papua, sejumlah stigma dan labelisasi diberikan kepada sejumlah gerakan Papua yang menolak penjajahan ekonomi dan sumber daya alam yang dilakukan oleh Negara-negara dibawah payung hukum Indonesia.

Papua adalah: Kekayaan alam yang melimpah. ( Bambang Purwoko, Pembicara Seminar Nilai-nilai Kesejahteraan Bangsa, Hotel AL-BArokah 4 Desember 2010, Regional LPNR DIY & Jateng ). Proven deposit 2,5 milyar ton bahan tambang emas dan tembaga (konsensi freeport saja) 540 juta m3 potensi lestari kayu komersial.  Jumlah Rumah Tangga miskin: 83.3 %,  Mengapa penduduk Papua tetap miskin di tengah kekayaan...?. Tidak konsisten menerapkan UU No.21/2001 otonomi khusus. Investasi rendah, tingkat returm ke Papua sangat kecil. Infrastruktur lemah, masyarakat terisolir oleh alam.

Focus Group Discussion yang diselenggarakan KOMNASHAM 16 Oktober 2010 di Novotel Hotel Yogyakarta, hadir Ketua, Wakil Ketua I dan Staf KOMNASHAM bersama puluhan intelektual Papua yang berdomisili di Jogja. FGD menggali pemikiran konstruktif dalam upaya mencari solusi bagi penyelesaian masalah Papua. 

Nah, sambutan pembuka Ketua KOMNAS HAM, Ifdhal Kashim bahwa Komisi ini sudah menggandeng mantan Wapres, M. Jususf Kala untuk bersama mendorong upaya penyelesaian masalah Papua. Focus diskusi mengutarakan masalah Papua. 

Kasus Freeport dan sejumlah pelanggaran HAM di Tanah Papua menjadi pedoman bersama untuk kebutuhan adanya Papua harus diangkat martabat dan harga dirinya. Mampukah mantan wapres yang punya pengalaman menyelesaikan konflik di Posos dan Aceh ini dapat membuat paradigma baru bagi upaya perdamaian di Papua.

Juga Dengan stigma kesejahteraan rakyat dari ekonomi bangsa, tatkala sampai sekarang PT Freeport Indonesia, yang beroperasi sejak tahun 1967 – sekarang, dengan luas konsesi sebesar 2,6 juta ha, termasuk 119.435 ha hutan lindung dan 1,7 juta ha kawasan konservasi. 

Akankah pulau Papua semakin sempit? Tidak, fisik pulau Papua begitu luas, tetapi habitat alam dan mahluk hidup menjadi rentan dari sapuan penanam saham ini. Tatkala gunung Gresberg terus dibuat terowongan dan penggalian lubang besar-besar nyatanya.

Menurut Manajer Kampanye Tambang, Pius Ginting bahwa Kehadiran UU Nomor 4 tahun 2009 masih belum mengakui hak masyarakat atas ruang hidup terbebas dari usaha penambangan. Perilaku perusahaan tambang yang telah merusak luas lingkungan dan ruang hidup seperti Bangka-Belitung, Kalimantan, Pulau Gebe Halmahera Utara, daerah sekitar pegunungan Nemangkawi di Papuan, Teluk Buyat di Sulawesi Utara, dan Teluk Senunu di Nusa Tenggara Barat, dimungkinkan terus terjadi. 

Selain itu, masyarakat khususnya yang berada di sekitar berada di bawah ancaman pemarjinalan dan kriminalisasi oleh UU pertambangan yang baru tersebut. Pasal-pasal yang akan diusulkan untuk di uji materi oleh MK yaitu, pasal Pasal 6 ayat 1 huruf e, berkaitan dengan pasal 10, serta pasal 162 dalam UU Minerba.

Khusus pasal 162, Freeport masih jaya dengan pasal 162. Isinya; Tambang asing yang masih memiliki kontrak karya tetap melanjutkan kontrak karyanya walaupun UU No. 4 Minerba yang baru sudah memakai system perijinan dan bukan kontrak karya lagi. Perijinan artinya setiap usaha tambang wajib memiliki luas lahan seluas 300 ribu hektar saja. Tetapi karena pasal tersebut masih mengijinkan Freeport pakai kontrak karya maka luas areal 2,6 juta hektar tetap dalam kendali Freeport.

Realitas negara ( Pemerintah ) sudah melenceng jauh dari amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3, mestinya kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Tetapi kenyataanya berbeda, yang terjadi adalah negara ( pemerintah ) menguasai sumber kekayaan kekayaan alam Indonesia untuk dijual ke negara-negara Asing.

Sebagai refleksi akhir tahun 2010, tentunya masalah Papua belum juga dapat diselesaikan oleh Pemerintah. Oleh karena itu akan ada aksi Massa warga Papua di Yogyakarta pada 21 Desember 2010 dinamakan parade rakyat Papua. Parade ini demi mendukung upaya penyelesaian masalah PT. Freeport yang sudah dilakukan namun belum tepat mengenai akar masalah rakyat Papua.

Parade rakyat Papua memilih Yogyakarta karena beberapa hal mendasar. Pertama, Jogja menjadi mobilisasi rakyat Indonesia dibawah Sukarno sebelum menterukan Trikora yang salah satunya merebut Papua dari Belanda. Jerih payah warga Yogyakarta dan tentunya rakyat Indonesia dalam momentum Trikora sudah berhasil mengambil alih Papua, namun kenyataan sekarang Papua menjadi satu wilayah yang dirundung konflik akibat kasus Freeport belum pernah tersentuh dalam pola kenijakan pembangunan di Papua. 

Kedua, para pemikir pembangunan Papua hampir sebagian besar berasal dari Yogyakarta. Baik melalui para dosen teknis maupun sejumlah pejabat Papua yang asalnya dari lulusan pasca sarjana UGM. Dana otsus seketila diperuntukan bagi kemajuan SDM Papua, UGM merupakan Universitas yang paling besar mendapatnkan join kontrak APBD daerah Papua untuk program studi. Toh, belum juga Papua di arahkan pada pembangunan kesejahteraan yang baik dan bermartabat.
@Westapua-arki

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.