Dibaca :

Kamis, 23 Februari 2012

Politik Citra: Dua Raksasa Membumikan Bumi Papua


Bendera Merah Putih Ukuran Besar di Perbatasan RI-Papua Nugini. By Ichwan Susanto ( sebelah kanan foto ini )
Oleh: Arkilaus Baho
Pada 18 Agustus 2010 pukul 23:37

Perayaan 17 Agustus2010 diwarnai dengan politik pencitraan mirip karakter pemimpin bangsa "SBY"saat ini. Mengurangi rasa kecintaan pada Negara dan rakyat Indonesia penulis memberi lebel perayaan hut Republik Indonesia sebagai masa-masa nasionalisme citra akibat pengaruh penguasa disaat ini. Dari Istana Negara hingga perbatasan RI-Papua Nugini bermakna citra. 

Iya, Upacara kenegaraan kali ini lagu pribadi Susilo Bambang Yudhoyono dinyanyikan sebagai lagu wajib dihadapan para duta dan tamu kehormatan Negara. Upacara diakhir dengan bagi buku wawancara anaknya pak Presiden, dan bukan upacara di akhiri dengan kecaman atau protes terhadap ulah Negara Malaysia dan Freeport di Papua yang menguras habis harga diri bangsa. Ditambah lagi, jajaran milter aktif dan sipil di perbatasan Negara di Kabupaten Keerom Papua membentangkan bendera merah putih besar disaat perayaan hari Negara ini.

Budaya citra itu tidak berarti apa-apa bagi pengentasan kemiskinan, penguatan entitas bangsa. Pencitraan hanya membuat entitas bangsa terhipnotis sesaat saja lalu kembali pada nasib buruk yang tidak ada perubahanya sama sekali.

Apakah Merah Putih berukuran besar di Papua membuktikan kehebatan bangsa dan Negara dalam mempertahankan penjajahan Negara dari laju kapitalisme global. Apakah pembagian buku anak presiden itu menggugah nasionalisme kemerdekaan bangsa?. 

Negara terbukti mengalami pergeseseran tata cara kenegaraan disaat lagu pribadi SBY disusupkan untuk dinyanyikan sebagai lagu wajib. Sama dengan bendera raksasa dibentangkan di perbatasan RI-PNG tetapi pemerintah tidak bisa berbuat apaketika perusahaan tambang milik Negara Papua Nugini mencemari laut dan air di MeraukePapua. Demi pencitraan semata, semua rangkaian pembentangan bendera raksasa maupun pembagian buku dan lagu SBY dinyanyikan, dilakukan dan hanya sesaat saja.

Raksasa Freeport diPapua terbukti merugikan bangsa dan Negara Indonesia. Tetapi raksasa Merah Putih hanya sensasional bahkan pencitraan yang hanya menguras keuangan negara. Bendera sebesar itu dibuat dengan dana besar. Mobilisasi dalam perayaan HUT RI sudah tentu kuras dana rakyat. Kewajiban pemimpin adalah memberikan pencerahan kearah perubahan nasional. Rakyat harus termotivasi dengan tindakan dan langkah-langkah konkrit pemerintah. Sebab rakyat hari ini dibebani gejolak ekonomi yang kian parah. Gejolak entitas nasionalisme bangsa yang keropos. Mestinya, momentum dirgahayu dijadikan momentum mendidik rakyat untuk benar-benar menapakan semangat juang 45.

Papua membumi duaraksasa. Raksasa tambang emas Freeport memang tidak bisa diruntuhkan oleh jiwa patriot bangsa. Raksasa Freeport terbukti memperdayai ekonomi bangsa. Disaat perayaan hut Negara pun aktivitas Freeport tidak berhenti. Mereka ( FI ) tidak pusing dengan hari kenegaraan Indonesia. Mereka pusing kalau mereka berhentibekerja 1 jam atau lebih.

Tidak ada makna sesungguhnya yang melatarbelakangi pembenangan bendera di perbatasan Negara. Semangatnya masih sebatas dendam katan-kata dan peristiwa. Masih sebatas simbolisasi sejarah. Bayangkan, merah putih yang menggetarkan bangsa dan dunia ini kok cuman bermakna seperti ini; bendera berukuran panjang 165 mete rmemiliki makna 100 tahun hari jadi Kota Jayapura dan 65 tahun hari jadi Republik Indonesia. Sedangkan lebar 47 meter melambangkan usia Papua bergabung dengan Indonesia. 

Jumlah 33 pohon pinang melambangkan jumlah provinsi diIndonesia. Bendera itu diproduksi di Bandung dengan biaya Rp 48 juta. Ingat bahwa raksasa Freeport tidak gubris dengan anda mau upacara atau bentangkan bendera tinggi-tinggi, tetapi kapitalisasi adalah semangat mereka. Belajarlah karakter pemimpin bangsa seperti Bung Karno. Kata-katanya, jiwanya, pengaruhnya, semuanya kearah perubahan. Sekali bereaksi untuk pembebasan rakyat.

Paradigma citra dan pencitraan bukan jamanya lagi. Rakyat semakin menderita, Otsus di Papua gagal, Freeport semakin membongkar gunung Papua, Malaysia terus tertawa dengan budaya monggo yang dipraktekan pemerintahan citra. Semoga saja peryaan Hut kenegaran di tahun-tahun akan datang lebih bermartabat. Semoga juga, bendera raksasa di perbatasan RI-PNG itu menghentikan dan mengakhiri tangisan darah dan air mata di Bumi Papua. 

Membumikan Merah Putih-Membumikan Papua yang bebas dari terror, ancaman Kemanusiaan, eksploitasi SDA, bebas dari ketertinggalan pembangunan dan PAPUA memiliki ruang demokrasi yang luas untuk menatap kehidupan demokrasi di hari hari akan datang dalam bingkai NKRI. Jagalah Papua dalam bingkai keutuhan ekonomi, jagalah Papua dalam keutuhan kekayaan alamnya, jangan biarkan Papua di jarah, dirampok oleh setan-setan imperialisme. Akhiri!
@Westapua-arki

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.