Dibaca :

Senin, 20 Februari 2012

Merkury Rising dan Penembakan Di Areal Freeport

Oleh: Arkilaus Baho
Cerita fiksi dalam film yang ditayangkan salah satu TV nasional akhir tahun 2011 memuat ceritera sebuah sandi rahasia yang digunakan pemerintahan Amerika Serikat untuk memantau gerak gerik para mata-mata ( intelejend ) AS dari semua kesatuan. Sandi tersebut hanya diketahui oleh sang presiden dan kepada departemen kemiliteran. Film tersebut bukanlah fiksi semata, tapi merupakan sebuah kenyataan adanya sejarah kemiliteran yang sering di komandoi para penguasa secara rahasia. Peristiwa pembubaran kongres III rakyat Papua di Jayapura tahun lalu kemudian beberapa kalangan menemukan adanya kelompok “ Malaikat “ di Papua.
Freeport merupakan perusahaan yang akhir ini oleh Public Eye Awards di cantumkan sebagai perusahaan terburuk di dunia tahun 2012 karena selama beroperasi, perusahaan tersebut menimbulkan korban dan kerusakan lingkungan selama eksploitasi berjalan. Penembakan misterius yang baru saja terjadi di areal Freeport, dua karyawan kontraktor ditembak lalu dibakar lapis mobil di mile 52 ( Senin 9 Januari 2012 ) fakta penembakan misterius punya indikasi “ mercury rising “ yang mengarah pada adanya dugaan standar penerapan keamanan perusahaan.
Suharto ( mantan penguasa orba ) menjaga Freeport dengan andil pemberantasan Gerakan Pengacau Kemanan ( GPK ). Entah GPK hanya sebagai stimulus untuk menumpas penduduk pemilik hak ulayat yang menolak kehadiran Freeport di saat itu atau benar-benar menumpas gerakan pengacau keamanan yang sampai sekarang cenderung disebut separatis. Sandi operasi khusus penumpasan gerakan pengacau keamanan model Suharto kini bermetamorfosa. Proyek keamanan jaman itu sudah jauh berbeda dengan sekarang. Semakin tidak jelas apa maksud penembak misterius lakukan penghilangan nyawa para pekerja Freeport. Insiden penembakan Freeport kalau dilihat kembali, sudah lengkap penyerangannya. Heli kopter ditembak, bus karyawan ditembak, mobil staf kontraktor ditembak dan bahkan belasan nyawa pekerja  melayang, termasuk warga negara asing.  Seakan perusahaan Amerika yang bernama Freeport Indonesia di Timika Papua ini dikepung dengan jargon tembak menembak dari segala sisi.
Demikian juga dengan ditemukannya jaringan penjual senjata ke Timika yang sampai sekarang oleh kepolisian disinyalir merupakan sindikat penyuplai senjata bagi para penembak yang sudah beberapa kali melakukan aksinya. Bukan berarti kepolisian menjadikan penangkapan tersebut sebagai dalih bahwa suplai senjata rakitan ke Timika dijadikan patokan sekaligus alat bukti adanya penembakan selama ini. Bila penembak menggunakan senjata rakitan, kok bias eksis sampai sekarang?
Puncak Jaya, Paniai yang tidak jauh dari areal freeport juga sering terjadi kontak senjata. Alhasil, tuduhan bahwa TPN/OPM yang sering tembak di Freeport belum ada bukti kuat. Hal naïf bila OPM terlibat dapat dilihat dari penggunaan senjata dan kemahiran mengoperasikan senjata otomatis. Dari segi sasaran tembak kendaraan yang sedang laju, tidak semudah itu tembakan mengenai sasaran. Laju kendaraan di areal Freeport standarnya 80 km per jam. Bagaimana mungkin oknum OPM yang “nota bene” masih kaku pakai senjata bisa lincah dan punya hitungan tepat sasaran?. 
Dimensi sandi pengamanan sekaligus kordinasi rahasia di negara super power sudah merupakan hal biasa. Dan tentunya tradisi ini tentu ada setiap penguasa yang berkuasa di negara tertentu. Apa hubunganya polisi andalkan petunjuk polisi semata untuk menerima uang dari Freeport padahal UU kepolisian sendiri lebih menekankan keprofesionalisme polisi dalam menegakkan hukum. Mirip kah dengan yang penulis sebut mercury rising? Atau kah memang sandi rahasia di Indonesia ini berubah wujud menjadi perintah atasan yang dituruti daripada perintah Undang-undang? . Penguasa boleh saja bikin aturan tetapi ingat ilmu tata negara masih hidup dalam negara yang bernama INDONESIA sehingga pakai instrument yang sudah ditentukan oleh UU dan bukan bikin aturan liar belaka.
Bentroknya kepentingan pemakaian komando rahasia dengan kebijakan keamanan yang sudah diamanatkan dalam konstitusi ( UU ) berkibat fatal. Keamanan negara di kendalikan pada dualisme perintah ( resmi dan pakai sandi khusus). Bayangkan, negara saja bisa pakai standar pengamanan ganda, apalagi perusahaan sehebat freeport. Tentu dugaan adanya standar ganda pengamanan perusahaan demi memuluskan niat tertentu yang masih tersembunyi dan belum dapat diketahui publik.
Masih terjadinya penembak misterius di areal freeport cukup mengganggu niat pemerintah untuk membicarakan ulang kontrak karya freeport, terutama untuk menekan freeport agar mematuhi perartuan pemerintah  sesuai PP N0.45 tahun 2003 tentang pajak perusahaan yang naik menjadi 3,75 persen. Seterusnya luas konsensi perusahaan kini dipersempit dengan UU N0.4 tahun 2009. Gugatan salah satu lembaga Swadaya Masyarakat “ IHCS “ kepada pemerintah maupun Freeport secara tegas memuat klausula bahwa dalam Kontrak Karya PTFI 30 Desember 1991, pasal 32, disebutkan kontrak karya harus tunduk pada UU di Indonesia.
Negara ( Pemerintah ) harus berani mengamputasi sandi-sandi pengamanan rahasia yang mirip mercury rising dalam cerita fiksi tersebut untuk menghentikan upaya pihak-pihak tertentu terus bermain keruh memperlambat upaya renegosiasi kontrak Freeport.  Itikad baik dalam kontrak karya harus dipertegas demi menyelamatkan perampokan SDA selama ini yang jauh dari harapan perbaikan nasib rakyat. Ketegasan mengatur Freeport merupakan langkah positif untuk mematikan cara-cara rahasia dalam perpanjangan kontrak perusahaan yang selama ini hanya mengemuka antara perpanjangan kontrak hingga tahun 2041 harus di perjelas.
 @Westapua-arki

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.