Dibaca :

Selasa, 01 Mei 2012

Integrasi Papua Faktor Orang-orang Gila


Gambar: Potret pakai kamera  HP dari buku ” Jenderal TNI Anumerta BASOEKI RAHMAT DAN SUPER SEMAR” Penulis: Dasman Djamaluddin. PenerbitPT.Grasindo,  Jakarta 1998
Oleh: Arkilaus Baho

Dunia hanya mengenal dua model pendirian Negara baru. Negara yang lahir dari suku bangsa di kawasan eropa sebelum revolusi industri dan negara paska perang ideologi yang dikenal selama ini adanya blok barat vs blok timur atau dalam kancah sistem ideologinya di kenal baku hantam antara kubu kapitalis dengan kubu sosialis.

Sejak perang ideologi tersebut, negara baru bermunculan. Sampai pada jaman sekarang era pasar bebas pun, munculnya embrio suatu negara baru akibat dari kolonialisme itu sendiri. Indonesia menjadi negara  baru akibat kolonialisme Belanda, itu fakta. Jadi, republik Indonesia lahir atas dasar rasa nasionalisme yang di tindas oleh kaum penjajah itu sendiri dan bukan karena nasionalisme suku yang selama ini dianut seperti beberapa kerajaan yang pernah ada seperti Sriwijaya, Mataram dan Goa  Talo.

Spirit untuk merdeka dari kolonialisme dalam sebuah negara berdaulat bikin people power Indonesia cari akal dan terus berjuang. Sukarno hadir dengan semboyan nasionalismenya yang di kenal membangun karakter  bangsa yang merdeka National Character Building. Selain itu, manifesto yang di kenal adalah Nasakom ( Nasionalis-Agama-Komunisme). Supaya tetap fight, berbagai upaya di lakukan. Poros Jakarta-Peking-Moskow bikin dunia yakin bahwa Indonesia pantas punya negara sendiri. Poros politik dan ekonomi ersebut sampai saat ini menggoreskan sejarah bahwa Indonesia pernah menjadi macan Asian di era kepemimpinan Sukarno.

Perjalanan Sukarno dan idiom perjuangannya tersebut diatas, meninggalkan bekas sejarah yang sampai sekarang di peringati di Tanah Papua ( Papua-Papua Barat ). Adalah 1 Mei 1963, di bukukan sebagai hari integrasi Papua ke Indonesia karena pada saat itu, di tengah perayaan hut perjuangan buruh pula, Sukarno pakai kesempatan semangat para buruh untuk merebut Irian Barat ( kala itu ). Dikenal lah Trikora di kumandangkan dari Alun-alun Utara Yogyakarta.

Sukarno memang termasuk golongan orang  orang gila karena berani mengklaim Papua bagian dari wilayah NKRI berdasarkan wilayah bekas jajahan Belanda. Padahal, Papua pada era Belanda, Indonesia oleh Belanda diberikan satu daerah provinsi tersendiri dan beda dengan provinsi Belanda di Papua. Bekas jajahan Belanda di Indonesia disebut Hindia Belanda, sedangkan Papua di beri nama Holandia. Jadi, Sukarno, dengan memanfaatkan poros internasional yang sudah di rintis, lalu ditambah lagi dengan tesis-tesisnya yang brilian, pemimpin satu ini seakan “ sudah gila “ mau rebut Papua tanpa dasar yang sah.

Prilaku Gila Sukarno itu kini nyata dalam praktik ekonomi kapitalistik yang menggurita ( gila-gilaan ) mengeruk Papua. Karena faktor gila tadi, lihat saja, niat pembebasan Papua yang di prakarsai sang penggila aneksasi Papua itu, pupus seketika Freeport tancap gas ke Papua.

Lah, 1 Mei 2012 yang di peringati di Papua itu hanya sebatas mengingat perjuangan orang orang gila yang kenyataanya bikin celaka Papua. Padahal, ambisi mereka yang gila pembebasan ( revolusi ) di Indonesia itu hancur lebur bila kita simak apa yang terjadi di Papua saat ini.

Tak salah kalau filsuf George Bernard Shaw mengatakan bahwa perubahan yang dilakukan selama ini bergantung pada orang-orang yang dianggap gila, orang-orang yang menyimpang “ the unreasonable man “.  Lanjut Shaw bahwa Orang-orang gila tadi selalu mencoba untuk mengubah dunianya agar sesuai dengan dirinya. Maka itu integrasi Papua yang kini di peringati itu akibat dari “kegilaan Sukarno”

Sukarno, gara-gara Papua sampai harus beru rusan dengan Belanda, hingga tamat riwayatnya akibat Papua. Suharto pun sama. Agenda Repelita yang dia gagas setelah berhasil memenangkan PEPERA saat itu, Papua di prioritaskan dalam repelita. Sampai-sampai, menteri dalam negeri yang juga tokoh nasional, Jenderal Basuki Rahmat usai membacakan pidatonya tentang pembangunan repelita ( termasuk Irian Barat), beliau putus napas sesaat setelah menyerahkan dokumen pembangunan tersebut di atas meja ruang rapat. Gila..kok bisa yah (lihat gambar 2 ).

Upacara rutin setiap tanggal 1 Mei hanyalah proses mendidik generasi Papua bahwa negeri ini punya sejarah kolonialisme yang belum tuntas. Dan ingat, goresan kolonialisme itu akan lahir negara baru seperti sudah saya uraikan sebelumnya.

Jadi, karena orang gila punya kerjaan di bumi ini ada yang menghasilkan perubahan semesta, tapi ada juga yang hanya sia-sia saja. Pahlawan Indonesia yang merintis terang pembangunan ke Papua niat mereka baik, tapi sering menuai kendala. Panglima Tertinggi Militer Indonesia Ir. Sukarno GAGAL menggapai ambisinya merebut Papua karena justru Papua saat ini antek ekonomi asing yang kuasai. Lalu Pak Basoeki yang juga namanya di jadikan nama jalan utama di Papua pun harus mengakhiri ambisi membangun Papua dengan Repelita.

Sekarang, era reformasi hingga saat ini, pemerintahan berikutnya kasi otonomi khusus ke Papua, toh otsus jalan mundur sehingga “ terpaksa “ di obati dengan kebijakan baru yang bernama UP4B maupun MP3Ei. Repelita di jaman Suharto, Pak Basoeki sebagai Jenderal teriak dari departemen dalam negeri untuk wujudkan repelita di Papua, apa bedanya dengan hari gini UP4B kepalanya seorang purnawiran Jenderal juga.   Woyo!

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.